Gadis Penghisap Darah

Cobalah kau pandangi tanah lapang di sudut sana. Dulu tak ada apa pun yang ditanami di atasnya. Kini hanya ilalang yang merembah menempatinya. Tingginya menjulang hingga melampaui kepala manusia. Pun dengan rumah kayu di pinggiran sungai. Dibiarkan kosong tak berpenghuni. Dibiarkan hampa. Hanya sarang laba-laba yang jadi penguasanya. Tinggal menunggu kapan aliran sungai akan melembak hingga menyeretnya. Menjadikannya puing-puing untuk sebuah cenderamata.

Sedari dulu tingkahmu tak kunjung berubah.. Manja dan selalu bertingkah. Gersang otakku tak kunjung kau jamah. Padahal kau sering berjiarah, mengunjungi makam-makam pemilik hati suci yang pernah kau gerogoti begitu perih. Tanpa kenal kata menyesal kau terus mengulangi. Kini gundukan tanah itu telah semakin bertambah. Bersamaan dengan haus darahmu yang semakin parah.


Hai, nona (yang katanya) sang pencerah (tapi sesungguhnya sang penghisap darah). Adakah noda di sela-sela jemarimu yang tersisa. Supaya kau sadar berapa raga yang telah kau cabik penuh siksa, yang kau gerogoti jantungnya hingga tak ada lagi darah yang tersisa. Tapi, justru kau mencuci noda-noda itu dengan sengaja. Supaya kau selalu lupa dan ingin kembali berbuat yang serupa. Titahmu tak 'kan lama tersisa karena perlahan pengabdimu akan sirna begitu saja.

Terus! terus saja kau gerogoti jantung-jantung para lelaki itu dan kau hisap habis darah mereka hingga tak tersisa. Terus saja kau lakukan itu hingga puasmu dapat terpenuhi dan dahagamu dapat segera enyah dari merihmu. Terus! terus saja seperti itu! terus lakukan biar nanti kau mati karena tenggelam oleh darah hisapanmu sendiri. Ketika itulah dapat kukatakan bila puasmu dan dahagamu telah tuntas terpenuhi.

Bookmark the permalink. RSS feed for this post.

Leave a Reply

Thanks karena udah mau mampir untuk membaca tulisan-tulisan gue di sini. Thanks juga buat yang udah mau berkomentar di comment box ini. Grazie!

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.