Malam belum terlalu larut ketika saya masih sibuk menyelesaikan sebuah
artikel yang harus berjumlah tak kurang dari 6.500 karakter. Namun, saat itu
satu halaman A4 pun urung tersentuh seluruhnya. Rasa kantuk tak jarang menghampiri, membuat
saya harus sering-sering mengerjap agar tetap terjaga. Kepala pun tak jarang
berdenyut kencang memikirkan kata demi kata yang harus saya tuliskan agar
artikel bisa menarik untuk dibaca. Kondisi seperti itu tak jarang melahirkan
bisikan setan yang berdenging di telinga saya. Entahlah, apakah itu bisikan
setan atau hanya panggilan hati yang merasa kelelahan. Sebab, dorongan agar
diri ini berhenti menyelesaikan tulisan pun semakin kuat adanya.
Pukul 20.10 WIB. Lagu barat yang saya tak tahu siapa penyanyinya dan
lagunya itu masih terdengar lewat sound
system yang terhubung dari salah satu komputer teman saya. Mengisi
kekosongan di ruang redaksi yang hanya menyisakan tiga lelaki—saya dan dua teman
saya—yang
saling berkutat dengan komputer masing-masing demi menyesaikan tugas. Kesejukan
angin malam di tanggal 20 Mei tak bisa saya rasakan sebab tak ada satu pun
jendela kantor yang terbuka, atau memang sengaja dibuka. Gerah perlahan menyelubungi tubuh saya sebab
pendingin ruangan dimatikan entah oleh siapa. Namun, agaknya artikel yang urung rampung itu telah mampu menghipnotis saya sehingga tak terlalu peduli
pada gerah yang semakin meruap.