[Cerpen] Danyang

Photo by: thephoblographer.com
Lelaki itu naik menelusuri tangga, mengintip dan memasuki setiap ruangan, lalu kembali turun melewati tangga yang sama setelah menyadari bila cintanya tak bisa ia temukan di mana-mana. Di mana kamu, batinnya resah. Di mana kamu, Sayang?
Sesungguhnya rumah itu tak terlampau besar. Hanya rumah dua lantai dengan empat kamar tidur (dua kamar di lantai satu dan dua kamar di lantai dua) dan tiga kamar mandi (dua kamar mandi di lantai satu dan satu kamar mandi di lantai dua). Pekarangan depannya pun tak terlampau luas, hanya mampu ditumbuhi sebuah pohon mangga yang rimbun. Perdu dan rumput gajah yang tak lagi terurus tumbuh semarak di pekarangan belakang. Sebuah dangau nan sederhana di bangun di sudut pekarangan belakang. Namun, di rumah yang tak terlampau luas itu tetap saja ia tak bisa menemukan sosok dari cintanya yang ia inginkan.
Cintanya tak ada di mana-mana.

Lelaki itu kembali menyisiri setiap sudut rumah. Kali ini ia kembali menelusuri ruang tengah, menuju dapur, sebelum kemudian berhenti di pekarangan belakang dan menemukan sebuah dangau di sudut sana. Namun, tetap saja tak ada siapa pun di rumah itu kecuali dirinya.
Angin mendesir menghamburkan dedaunan yang telah luruh dan mengering di pekarangan belakang. Rumput-rumput gajah yang telah bercampur gelagah itu berayun lesu dipaksa oleh angin. Seharusnya lelaki itu bisa merasakan kesejukan dari embusan angin barusan, tetapi sayangnya kulitnya tak lagi peka pada setiap sentuhan.
Lelaki itu mematung sejenak di depan sebuah dangau yang sudah lapuk. Sinar matahari tanpa permisi menyoroti tubuhnya, perdu yang telah mengering, juga dangau itu. Bayangan hitam pun terlukis pada permukaan rerumputan gajah, laksana sebuah lukisan siluet persembahan dari Tuhan. Ada bayangan perdu dan pendopo yang jatuh di sana. Namun, bayangan lelaki itu tak turut jatuh di sana. Tak juga jatuh di tempat lain.
Lelaki itu kembali mengangkat muka tak peduli. Ia kembali mengedarkan pandangannya ke setiap sudut pekarangan belakang rumahnya. Ia masih berusaha menemukan cinta yang dicarinya. Namun, satu menit berlalu dan, lagi-lagi, ia tidak menemukan seorang pun selain dirinya yang berada di sana.
Angin kembali berdesis lewat rerumputan gajah yang dipaksa berayun-ayun lesu. Lagi-lagi kulitnya tak mampu merasakan kesejukan dari angin yang berembus sendu. Ia tak bisa merasakan apa-apa selain kehilangan. Ia hanya bisa merasakan kehilangan atas cintanya yang saat ini bahkan ia sendiri pun tak pernah tahu di mana keberadaannya.
∞∞∞
Lelaki itu begitu merasakan kehilangan sampai-sampai ia melupakan segalanya. Lupa akan usianya. Lupa akan hari dan tanggal yang sudah dilaluinya. Lupa akan rasa lapar dan haus. Bahkan ia pun lupa pada penyebab kematiannya sendiri.
Lelaki itu tersadar jika dirinya sudah bukan lagi manusia ketika ia membuka mata pada suatu siang di bulan Juni. Yang teringat di benaknya saat itu adalah ia tengah terlelap di sebuah dangau saat  menunggu cintanya kembali pulang. Telah lama ia tak kembali dari Yaman demi tugas militernya, dan hari itu ia ingin memberikan kejutan kepada istrinya atas kepulangannya.
Namun, kenyataan yang ada justru dirinyalah yang terkejut saat melihat kondisi tubuhnya sendiri ketika kembali terjaga. Kakinya tak lagi menapaki tanah melainkan melayang beberapa senti di atas tanah. Seluruh tubuhnya tak lagi terlihat nyata melainkan tak lebih dari sebuah bayangan yang tembus pandang dan tak bisa disentuh. Bahkan, saat itu ia tak bisa merasakan sama sekali sentuhan tangannya sendiri saat ia memutuskan untuk menyentuh wajahnya.
Apa aku sudah mati? Gumamnya waktu itu, terperanjat. Dan ketika ia menoleh ke belakang ia bisa pastikan bila tak ada raganya yang tergeletak di sana. Kalau tak ada raga, pikirnya, lalu apa ini artinya aku kembali terlahir sebagai arwah, bukan sebagai manusia? Tapi apa ada reinkarnasi semacam itu? Dengan diselimuti kerisauan dan kegelisahan, ia pun melayang menuju ke dalam rumahnya. Ia ingin mencari keberadaan istrinya. Kalau memang aku telah mati, pikirnya, lalu ada di mana Suryani sekarang? Bersama siapa dia hidup sekarang? Apa dia pun telah mati dan menjadi arwah sepertiku? Tapi, kalau pun begitu, mengapa aku sama sekali tak ingat penyebab kematianku, kematian kami?
Lelaki itu telah sampai ke ruang tengah. Ia bergeming sesaat. Pandangan matanya mengedar mengamati seisi ruangan. Ada yang berbeda, pikirnya. Suasananya amat berbeda. Pada dindingnya tidak ada lagi satu pun fotonya bersama Suryani yang terpajang. Lemari besar yang menyelipkan sebuah TV LED itu ia yakini tak pernah ada sebelumnya.
Sejak kapan Suryani mendekor ulang ruang tengah ini? Batinnya sedikit ragu. Bahkan masih melekat betul di benaknya bahwa sebelum terlelap tadi kondisi ruang tengah ini masih belum berubah sedikit pun. Aku berani bersumpah demi nenek moyangku jika ruangan ini belum berubah sebelum aku terlelap tadi, gumamnya.
Kepalanya mendadak berdenyut. Ia merasakan pusing. Dalam kebingungan dan kelimbungan, ia pun memutuskan untuk beranjak menuju kamarnya. Ia naik menelusuri tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Pintu pertama sebelum pintu utama menuju langkan adalah kamarnya. Begitu di depan pintu, sebelah tangannya cekatan hendak menggapai gagang pintu yang berwarna kuning keemasan itu. Namun, sayangnya, gagang pintu itu lolos begitu saja dari genggamannya. Ia lupa bila dirinya kini hanyalah arwah tanpa raga. Setelah tersadar jika dirinya tak bisa menyentuh dan tersentuh oleh benda apa pun, maka ia memutuskan untuk masuk begitu saja melewati pintu bercat cokelat muda itu. Ia menembusnya begitu saja seakan tengah berjalan di tanah lapang tanpa ada penghalang.
Suryani, sapanya ragu tatkala ia mendapati seorang perempuan yang tengah terlelap sambil memunggunginya di atas tempat tidur. Aku kira ia belum kembali, pikirnya. Sambil bersusah payah menahan rindu yang menggebu-gebu, lelaki itu melayang mendekati Suryani. Begitu pelannya ia melayang seolah tak ingin mengusik perempuan yang teramat dicintainya untuk kembali terjaga. Padahal, tak akan ada suara yang bisa dihasilkannya dari sesosok arwah yang melayang di udara.
Di dekat raga perempuan itu, sebelah tangannya telah senantiasa tersulur hendak membelai lembut rambut lurus istrinya. Namun, seketika ia mematung saat belum sampai ujung jarinya menyentuh rambut hitam istrinya. Lelaki itu baru ingat bila ia baru saja gagal menggenggam gagang pintu dan melayang menembus pintu. Mana mungkin aku bisa membelainya? pikirnya menyesal. Entah apa yang disesalinya. Apakah karena kondisinya yang saat ini menjadi arwah atau tangannya yang tak bisa lagi membelai mesra istrinya.
Dalam keheningan lamat-lamat terdengar embusan napas dari lelap perempuan itu. Andaikan aku bisa menyentuhnya, pikir lelaki itu, aku ingin menyingkirkan beberapa helai rambutnya yang menutupi wajah cantiknya itu agar aku bisa memandangi wajah polos Suryani yang tengah terlelap. Aku selalu suka wajah polosnya yang tengah terlelap.
Seakan bisikan hatinya mampu terdengar oleh perempuan itu, sejurus kemudian perempuan itu mengenyampingkan tubuhnya. Ia menelentangkan kembali tubuhnya seperti sedia kala. Namun, lelaki itu justru mengernyitkan kening ketika matanya memandangi wajah perempuan itu nanar.
Bukan, ujarnya lirih. Dia bukan Suryani. Perempuan ini bukan Suryani.
Suryani tak memiliki hidung yang bengkok seperti itu. Suryani juga tak memiliki bibir yang tipis dan dagu yang meruncing seperti itu. Suryani memiliki hidung yang tak terlampau mancung. Bibirnya pun tak terlampau tipis. Dagunya pun tak begitu meruncing namun begitu indah untuk dipandangi. Kalau perempuan ini bukanlah Suryani, lalu di mana Suryani? Lelaki itu membatin.
“Di mana kamu Suryani?” Perlahan suara itu keluar dari mulutnya. “Di mana kamu Suryani?” Ia kembali berkata. “Di mana kamu Suryani?” Suaranya semakin bergetar dan seolah dibaluri kecemasan, begitu lirih. Kepalanya kembali berdenyut-denyut. Perlahan ia melayang mundur menjauhi sosok perempuan itu. Sambil terus berkata, “di mana kamu Suryani” ia terus melayang menelusuri seisi rumah. Tak ada sedikit pun sudut rumah yang lolos darinya. Namun, sayangnya ia tak bisa menemukan sosok perempuan yang dicintainya.
Semenjak itulah arwahnya terkatung-katung di dalam rumah itu. Tak ada hal yang dilakukannya selain menelusuri seisi rumah demi menemukan cintanya yang bahkan ia sendiri pun tak tahu pasti kapan terakhir kali melihatnya. Namun, tekadnya tak juga luntur sebab rindu telah terlanjur menggebu di dadanya meski jantungnya sudah tak lagi berdetak. Silih berganti penghuni rumah itu datang dan pergi. Hampir di setiap malam ia selalu masuk tanpa ijin ke dalam mimpi mereka hanya untuk bertanya, “di mana Suryani? Di mana istriku, Suryani? Tahukah kalian di mana cintaku Suryani berada?”.
∞∞∞
Hujan di bulan Februari baru saja mereda beberapa saat yang lalu. Rerumputan gajah dan perdu yang tak lagi terawat di pekarangan belakang masih tampak basah oleh titik-titik air. Beberapa bulir air masih tampak jatuh dari sudut genting pendopo. Beberapa genangan air pun tampak terlihat di sana-sini pada pekarangan depan. Pohon mangga yang daunnya tengah basah itu telah semakin besar dan rimbun.
Di sela-sela kesejukan udara sehabis hujan, sekonyong-konyong lelaki itu kembali terjaga setelah tak sengaja terlelap. Menunggu kepulangan istri sambil menikmati suasana damai di dangaunya rupa-rupanya telah mampu membiusnya untuk terlelap. Apa dia sudah pulang? Pikir lelaki itu mengharapkan kedatangan istrinya. Dan untuk memastikan, maka lelaki itu berjalan masuk ke dalam rumah. Di ruang tengah, ia sempat mematung sejenak. Dipandanginya pintu depan yang terbuka. Ah, pasti dia sudah pulang, pikirnya semringah. Maka sambil menahan rindu yang menggebu di dada, lelaki itu menaiki tangga menuju lantai dua. Langkahnya lebar-lebar, cepat, dan terkesan tak sabaran.
Pintu kamarnya terbuka. Lelaki itu seketika memperlambat langkahnya. Sambil berjingkat ia terlihat mengendap-endap mendekati kamarnya seperti seorang maling. Sungguh, saat itu jantungnya amat berdebar-debar tak sabaran. Betapa yakinnya ia bila Suryani akan terkejut dengan kepulangannya yang tak ia kabarkan sebelumnya. Sebulan lamanya mengemban tugas militer di Yaman bukanlah perkara mudah untuk menahan gejolak rindu. Terlebih bagi pengantin baru seperti mereka yang belum genap setahun usia pernikahannya.
Kepalanya melongok dari balik daun pintu kamarnya. Tak sadar mata lelaki itu membeliak penuh kekaguman saat ia disambut oleh punggung istrinya yang tak lagi berbusana. Punggung itu masih juga putih, bersih dan kencang. Tak ada bekas luka atau bercak apa pun di sana-sini. Otot punggungnya pun masih terlihat padat dan lekuk pinggulnya pun masih menggoda. Sungguh, punggung Suryani adalah salah satu hal yang dirindukan olehnya selama jarak memisahkan mereka.
Punggung itu terlihat berkeringat, bergetar. Lenguhan yang terputus-putus tak jarang mengiringi punggung Suryani yang bergerak naik-turun di atas tempat tidurnya. Entah bagaimana, tetapi lelaki itu samasekali tak terangsang atas apa yang telah dilihatnya sedari tadi. Apalagi ketika ia sadar jika Suryani tengah duduk di atas paha seorang lelaki entah siapa. Mereka tampak begitu menikmati kondisi di antara keduanya yang saat itu sama-sama tak berbusana dan sama-sama melenguh dan bermandikan peluh.
Kepala lelaki malang itu mendadak berdenyut. Jantungnya berdebar tak bisa dikendalikan. Napasnya tersekat. Merihnya dirasa tercekik oleh sesuatu hingga ia tak bisa bersuara, apalagi bernapas. Lututnya seketika lemas dan bergetar. Tubuhnya limbung. Dalam hitungan detik nyawanya tak lagi bersatu dengan raganya. Ia mati bukan karena serangan jantung akut atau penyakit apa pun yang mendadak menyerangnya. Lelaki itu mati sesaat setelah mendapati istrinya tengah bercinta dengan lelaki lain di kamarnya sendiri. ***

Bekasi, 2 Juni 2015

*Cerpen ini pernah diposting di sastramu.com

Bookmark the permalink. RSS feed for this post.

2 Responses to [Cerpen] Danyang

  1. kelinci99
    Togel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
    HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
    NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
    Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
    Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
    segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
    yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
    yukk daftar di www.kelinci99.casino

    BalasHapus
  2. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus

Thanks karena udah mau mampir untuk membaca tulisan-tulisan gue di sini. Thanks juga buat yang udah mau berkomentar di comment box ini. Grazie!

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.