![]() |
pexels.com/@lanophotography |
“Ingat, jaga baik-baik bunga mawar itu agar tak ada
sesuatu yang terjadi pada ayahmu nanti!”
Itu
adalah pesan sekaligus peringatan yang paling kuingat dari ibu. Sekalipun aku
belum pernah menyentuh satu-satunya bunga mawar di dekat jendela itu hingga
kelak batangnya tanggal entah karena apa, namun bukan berarti aku percaya pada mitos
semacam itu. Aku juga ingat bagaimana ibu semasa hidupnya selalu melarangku
agar jangan berpergian di hari Selasa Kliwon, sebab menurutnya itu adalah hari
petaka bagi orang untuk berpergian.
“Kau
akan mendapatkan musibah di jalan nanti, Nak. Diam saja di rumah!” katanya mendelik setelah aku meminta izin ingin tamasya
ke luar kota.
Andai
saja hal itu benar, pikirku saat itu, lantas kenapa Selasa Kliwon tidak dijadikan
sebagai hari libur nasional saja agar semua orang tak perlu celaka?
Ibu
juga pernah melarangku telungkup sambil mengayunkan kaki ke atas. Katanya hal
itu bisa membuat usia orangtua kita jadi pendek. “Kau mau ibu dan ayahmu cepat
mati?” sergahnya tatkala aku masyuk mewarnai kertas gambarku. Dan masih banyak
lagi segala macam aturan di rumah ini yang tak boleh kulakukan karena ibuku
betapa percaya pada hal-hal aneh semacam itu.
Tetapi
dulu ibu sama sepertiku. Ibu sendiri yang mengatakan bila dulu dirinya pun sama
sekali tak percaya pada hal-hal takhayul semacam itu. Dulu, kata ibu saat
menemaniku tidur, ia termasuk anak
perempuan yang tomboi dan betapa sulit diatur. Ia lebih sering bermain layaknya
bocah laki-laki yang senang memanjat pohon atau berkejar-kejaran di antara
hutan bambu atau bermain di sungai sambil mencari udang.
Ibuku
merupakan satu-satunya anak dari tiga bersaudara yang paling tidak bisa
mendengarkan nasihat nenekku. Dulu, nenekku betapa sering memarahi ibu setiap
kali tak bersih menyapu rumah.
“Kalau
begini terus cara menyapumu bisa-bisa kau dapat suami yang wajahnya penuh
dengan bulu, Sri!”
“Biar
saja. Nanti kucukur saja bulunya sampai habis, Bu,” sela ibuku yang lantas
menyeringai sambil lalu. Dan percaya atau tidak, ayahku adalah seorang musisi
yang wajahnya betapa dipenuhi janggut. Bahkan ia enggan mencukur janggutnya
meski hanya seujung jari.
“Brewok
ini adalah identitasku di panggung. Tanpa ini,” ujarnya sambil menarik
janggutnya sendiri, “penampilanku kurang pas dan tak sejalan dengan musikku.”
Ibu
sudah meminta kepada ayah untuk mencukur janggutnya yang lebat nan menjuntai
bagai akar bringin itu berulang kali, namun ayah selalu menolak. Bahkan ancaman
dari ibu yang tak mau tidur satu kasur dengan ayah selama janggutnya belum
dicukur pun tak mempan. Ayah tetap memilih tidur di ruang tengah
berminggu-minggu sampai ibu pun tak lagi mengunci pintu saat malam.
Dulu,
nenek pun sering memarahi ibu bila masih bermain di luar saat petang telah disambut
azan maghrib. Nenek akan memanggil-manggil ibuku hingga urat lehernya menyembul
bagai cacing yang terjebak di kulitnya yang dipenuhi kerut.
“Jangan
bermain di luar saat maghrib, Sri! Kau bisa hilang diculik Wewe Gombel, tahu!”
“Tapi
aku tidak takut setan, Bu.”
Dan
ibu terus mengulang kebiasaan itu sampai apa yang ditakutkan nenek benar terjadi,
tetapi bukan ibu yang hilang melainkan teman sepermainannya. Bocah laki-laki itu
hilang pada suatu maghrib saat masyuk bermain di tepi sungai yang tersemai
hutan bambu di sana-sini. Dan bocah itu baru diketahui hilang saat ibunya menyambangi
tempat bermainnya namun teman-temannya mengaku tak dapat menemukannya. Ibunya
pun berusaha mencari keberadaannya selama hampir tiga jam tapi sia-sia. Perempuan
itu pun lantas mendatangi tetangganya sambil tersedu.
Bocah
laki-laki itu baru ditemukan satu minggu berselang di waktu maghrib oleh
seorang warga yang melintasi tepi sungai saat hendak menuju surau. Orang itu
mendapati si bocah tengah terbaring berkalang batu dan berteduhkan hutan bambu.
Namun, saat kembali tersadar bocah itu bagai lupa cara bicara. Ia tak pernah
bicara kecuali mengangguk atau menggeleng saat ditanya. Ia juga tak mau makan
bila tak disuapi dan tak mau mandi bila tak dimandikan dan tatapan matanya betapa
sering kosong. Dan ia selalu menjerit seorang diri sambil meringkuk atau
bersembunyi di balik selimut setiap kali maghrib menjelang: tubuhnya gemeletar
bagai melihat malaikat maut menjemput.
Dan
sejak mengetahui hal itu ibu tak pernah lagi membantah perkataan nenek.
Berbeda
dengan ibu, sedari dulu ayah tak acuh pada mitos-mitos aneh semacam itu hingga
kematian menjemputnya di suatu sore. Ayah hanya percaya bila skill gitarnya akan pudar bila tak
pernah diasah di rumah setiap pagi. Dan ayah selalu percaya bila penampilannya
tidak akan bagus kecuali ia menenggak bir sebelum naik panggung. Ayah hanya
percaya pada hal-hal yang berhubungan dengan hobi dan musik.
Ayah
ibarat ibu sewaktu dulu. Ayah sangat keras kepala dan ibu betapa jengkel sebab
harus memarahinya berulang kali lantaran tak pernah mendengarkan setiap
peringatannya. Ayah biasa bersiul di waktu senggang tak peduli siang atau
malam, panas atau hujan, tapi ibu akan selalu mencerca ayah apabila ia bersiul di
kala malam.
“Siulan
itu tanda mengundang setan. Kalau banyak setan yang datang ke rumah kita gimana?”
“Setan
lebih senang kemenyan daripada siulan, Sayang.”
∞∞∞
Hari-hari
sebelum kabar kematian ayah sampai di telinga kami, ibu selalu meruwat dengan
sungguh-sungguh setangkai mawar merah yang ada di dekat jendela. Ibu meruwat
mawar itu bagai anaknya sendiri. Dan perhatian ibu pada mawar itu kian
menjadi-jadi setiap kali ayah tengah menjalani konser ke luar kota.
Mawar
merah itu sebetulnya buah tangan ayah sepulang dari Bandung di penghujung tahun
lalu. Entah kenapa kali itu ayah membawa setangkai mawar merah dalam sebuah pot
kecil yang masih kuncup sebagai buah tangan. Setahuku, ayah tak pernah memiliki
jiwa romantis seperti itu. Bahkan, sekalipun membeli mawar merah kupikir ayah
akan mengecat kelopaknya lebih dulu dengan warna hitam agar tetap terlihat ‘rocker’-nya.
Ayah
sendiri yang meminta ibu untuk merawat bunga mawar itu dan ibu tak keberatan
hingga mawar itu merekah dan menjadi bunga mawar terindah yang pernah dilihat. Kelopaknya
bertumpuk sedemikian simetris dan merahnya betapa menyala dan semerbak wanginya
merekah. Sejak itulah ayah mengatakan bila ia sangat menyukai mawar merah itu.
Ibu sempat meledek ayah dengan menyebut ayah adalah lelaki bergajulan yang
berhati feminim. Dan ayah tergelak mendengar itu.
Selagi
ayah berada di Surabaya aku pernah bertanya kenapa ibu begitu merawat mawar
itu. Sambil tersenyum dan memandangi mawar yang baru disemprotnya dengan air
itu ibu berkata:
“Bila
seseorang sudah sangat menyukai sebuah benda, secara tidak sadar orang itu
sudah memiliki keterikatan dengan benda kesayangannya. Karena itu ibu tidak mau
kalau sampai ada hal buruk yang terjadi pada ayahmu nanti karena ibu tak
merawat bunga ini.”
Aku
mendengarnya dengan seksama, namun tak serta-merta meyakininya. Sebab yang
kutahu, guru agamaku pernah berkata bahwa kita tidak boleh percaya pada hal-hal
takhayul atau mitos semacam itu. Apalagi bila berurusan dengan maut. Aku pun
pernah menyampaikan hal itu kepada ibu meski kemudian ibu hanya menjawab, “Kau
tak akan percaya sebelum hal itu menimpamu langsung.”
∞∞∞
Kabar
kematian ayah kudapati kali pertama melalui berita di televisi. Bus berlogo band ayah dikabarkan mengalami
kecelakaan tunggal saat dalam perjalanan kembali dari Malang. Bus ayah keluar
jalur dan terperosok ke jurang sedalam 20 meter dan ayah dikabarkan sebagai
salah satu korban yang meninggal di tempat. Saat itu kudapati ibu betapa
terpukul ketika pertama kali mendapati kabar kematian ayah dari berita di
televisi.
Ibu
terisak sejadi-jadinya di dalam kamar. Rintihannya betapa lirih sampai-sampai langit
pun turut menangis dibuatnya. Aku tahu akan percuma bila saat itu berusaha
menenangkan ibu, sebab bagaimanapun pedihnya kehilangan hanya bisa dibuang lewat
air mata; sakitnya kehilangan akan larut dan sirna pada setiap tetesannya.
Aku
meninggalkan ibu yang masih tenggelam dalam pilunya seorang diri di kamar. Dan sesaat
setelah aku menutup pintu serta-merta kakiku kebas. Tubuhku tak bisa bergerak
seiring dengan mataku yang tak sengaja menatap ke jendela. Kulihat bunga mawar
yang selama ini dirawat ibu telah tanggal entah oleh apa. Kelopaknya pun tak
lagi merah menyala, melainkan pucat pasi. Dan tak lama dari dalam kamar
kudengar ibu menyesali sesuatu.
“Sudah
kukatakan untuk jangan pulang dulu.” Suaranya betapa parau menyayat.
“Sudah
kukatakan lebih baik menginap saja dulu. Kenapa kau tak pernah mendengarkanku...”
Napas ibu memburu.
“Ini...
ini... ini hari Selasa. Selasa Kliwon, kan? Sudah kubilang ini Selasa Kliwon!”
Tubuhku
bagai bergerak sendirinya setelah aku mendengar ucapan ibu. Aku mendekati
kalender yang menempel di dinding—kuamati hari ini pada kalender itu yang juga
menyertakan weton Jawa. Kubaca lamat-lamat sebuah tulisan kecil berwarna merah
di bawah tanggal tepat di hari Selasa ini: Kliwon. Aku tersekat. Ini hanya
kebetulan, pikirku menguatkan keyakinanku sendiri. Pasti ini hanya kebetulan.
Aku
benar-benar tak ingin percaya sampai waktu terus berlalu dan aku mulai lupa
pada semua keyakinan takhayul ibu. Hingga delapan tahun kelak aku meminta ibu
untuk datang ke Jogja. Selepas lulus kuliah dua tahun lalu aku memang sudah
menetapkan pilihan untuk bekerja dan tinggal di Kota Gudeg ini.
Saat
itu aku benar-benar harus membujuk ibu agar mau terbang ke Jogja secepatnya. Sialnya,
ibu gagal terbang sebab di hari keberangkatannya asap tebal akibat pembalakan
liar di daerah Jawa Tengah telah menyelubungi jalur penerbangan menuju Jogja.
Hal itu membuat maskapai yang ibu tumpangi terpaksa menunda keberangkatan. Tapi
beruntung esoknya aku mendapati kabar bahwa seluruh maskapai telah membuka
kembali penerbangan ke wilayah Jawa Tengah. Namun lantaran jadwal
penerbangannya diundur dari jadwal sebelumnya, ibu jadi tak bersedia berangkat.
“Tapi
besok hari penting buatku, Bu. Aku tak ingin rencana lamaran ini gagal,” pintaku
agak memaksa. Kupikir, bagaimanapun lamaran ini harus segera dilangsungkan dan
tak boleh ditunda-tunda lagi sebab keluarga kekasihku pun telah lama menanti. Dan
sehabis mendengar aku betapa memohon dan meminta akhirnya ibu sudi juga
mengambil jadwal penerbangan esok harinya.
Namun,
aku tak tahu bila itu terakhir kalinya aku meminta sesuatu kepada ibu. Sebab
pesawat yang ditumpangi ibu sekonyong-konyong hilang kontak tak lama setelah
memasuki langit Jawa Tengah. Kudapati kabar bahwa pesawat itu menghantam sebuah
gunung dan beberapa saksi mata di sekitar lokasi menyebutkan pesawat itu hancur
berkeping-keping. Hanya ada suara gemuruh dan asap hitam pekat yang tampak di
kejauhan.
Aku
tersekat mendapati kabar itu di depan layar televisi. Dadaku terasa sesak. Tak kusadari
buliran bening terbit di sudut mata. Dalam kehilangan, mataku sempat mengerling
pada kalender duduk yang bercokol di samping televisi. Tubuhku beringsut
mendekatinya. Mataku lekat menatap tepat di tanggal ini, tepat di hari ini:
Selasa. Lantas kudapati sebuah keterangan bertinta merah di bawahnya yang membuatku
sulit bernapas. Keterangan itu bertuliskan: Kliwon.
Harusnya
aku tahu kenapa ibu tak mau pergi hari ini. ***
Bekasi, 15 Mei 2017
TRADING ONLINE
BalasHapusBROKER AMAN TERPERCAYA
PENARIKAN PALING TERCEPAT
- Min Deposit 50K
- Bonus Deposit 10%** T&C Applied
- Bonus Referral 1% dari hasil profit tanpa turnover
Daftarkan diri Anda sekarang juga di www.hashtagoption.com
kelinci99
BalasHapusTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny
Hai bosku......
BalasHapusbinggung cari situs judi online langsung gabung aja di situs kami : http://ebobet.asia/
EBOBET situs Master Agen Bola88, IDN Poker, Agen Slot, IDN live casino online terpercaya dan terbaik Asia
Berikut keuntungan bergabung dengan Ebobet :
- Bonus Member Baru Bola 100%
- Bonus Member Baru slot 100%
- Bonus Member Baru 20%
- Bonus Deposit Harian 10 %
- Bonus mingguan Live Casino & Slots 0,8% s/d 1 %
- Bonus Cashback Bola 5% s/d 10 %
-Minimal Deposit Rp . 10.000
-Minimal Withdraw Rp. 25.000
LINE : ebobet
WA : +855967598801