![]() |
Gambar: |
“Apa kau pernah mendengar tentang Negeri Hujan?”
Begitulah seorang pria yang muncul entah dari mana tiba-tiba
saja bertanya kepadaku ketika aku hendak menyeruput kopiku untuk kali terakhir
di warung Khasim. Ah, sial, rutukku dalam hati. Apakah hal seperti ini harus
menimpaku lagi? Seingatku, tempo hari jauh sekali seorang pengelana juga pernah
datang padaku dan bertanya, apakah aku pernah mendengar tentang Negeri Senja?
Dan ia pun mulai berkisah padaku tentang Matahari
yang Tidak Pernah Terbenam di Negeri Senja1 selama hampir satu
malam penuh. Hasilnya, setelah mendengar ceritanya hingga tandas aku pun
seketika mengantuk sehingga lupa untuk memeriksa keadaan kampungku. Untungnya
malam itu tak ada penyamun yang sedang beraksi di kampungku. Tak ada sapi atau
kambing warga yang hilang.
Dan malam ini, ketika aku baru saja hendak berkeliling
guna memeriksa keadaan kampungku, seorang pria tiba-tiba saja muncul entah dari
mana dan bertanya apakah aku pernah mendengar tentang Negeri Hujan. Apakah aku
harus mendengarkan kisahnya―yang entah bualan atau bukan―tentang Negeri Hujan, atau
aku tak perlu mendengarkan apa-apa dari lelaki itu dan langsung pergi saja
untuk menunaikan tugasku―memastikan bila keamanan kampung terjamin? Tetapi, sejujurnya
aku belum pernah sekalipun mendengar tentang Negeri Hujan. Lagi pula, aku
penasaran, seberapa menarik kisah tentang Negeri Hujan ini? Dan apa yang
membuat Negeri Hujan begitu istimewa sehingga lelaki itu mau bersusah-susah
berdongeng tentang Negeri Hujan kepadaku? Aku kira tak mengapa bila mendengar
kisahnya lebih dulu sebelum aku memutari kampong yang sunyi ini. Lagi pula,
sekarang masih pukul 11 malam.